Hari ini kita bertemu lagi dengan bulan yang penuh
berkah, bulan Ramadhan, Marhaban ya syahru Romadhon! Senang sekali rasanya
masih diperkenankan oleh Allah SWT untuk kembali mencicipi nikmatnya
ber-Ramadhan, Alhamdulillah.
Namun ada yang terasa berbeda dari tahun ke tahun,
entah ini memang dirasa semua umat di Indonesia atau cuma perasaan saya saja,
semoga ini hanya perasaan saya saja yang berlebihan. Kok saya merasa makin
tahun bulan ramadhan ini euforianya makin terasa pudar ya? Khususnya di
Indonesia ini, lebih khususnya lagi di daerah tempat saya tinggal. Sekali lagi
semoga ini hanyalah perasaan saya.
Kalau saya amati, di Indonesia sekarang ini, terutama
yang remajanya, lebih antusias merayakan hari-hari semacam tahun baru, hari
valentine, dan hari-hari non-islami lainnya. Orang-orang sepertinya sudah tidak
tertarik lagi pergi ke masjid, tadarusan, atau sekedar meramaikan masjid (khusus
anak-anak) atau ber-i’tikaf menunggu buka. Pun saat tiba waktu teraweh, pas
awal-awal puasa, mushola masih ramai, tengah bulan mushola jadi sepi, akhir
bulan mushola ramai lagi tapi hanya pada malam-malam ganjilnya saja. Jujur,
hati saya sakit dengan kenyataan ini. Saat di negara-negara barat sana
orang-orang mulai mengenal islam dan sebagian dari mereka berbondong-bondong
masuk islam, disini, di Indonesia yang katanya negara berpenduduk muslim terbesar
di dunia justru budaya islamnya semakin luntur. Saya sedih.
Dulu, sekitar lebih dari 10 tahun yang lalu,
menjelang Ramadhan tiba, atmosfer Ramadhan masih sangat terasa hangat di hati, kami
para anak kecil menghabiskan waktu di mushola, bersih-bersih, ngaji, atau
sekedar tiduran (namanya juga anak-anak), atau tilawah surat-surat pendek, dan
itu keren. Sekarang, kalau ada anak-anak melakukan itu menjelang buka di bulan
Ramadhan, mungkin itu cupu, dan tidak ada anak-anak yang begitu.
Sekarang, kalau puasa orang-orang lebih suka
ngabuburit dengan cara : jalan-jalan naik motor (jalan-jalan kok naik motor?!) boncengan
sama cowok (yang punyapacar) keliling jalan raya, atau ke sawah, ke
semak-semak, ngapain sih?
Ngabuburit pulangnya malaem ( padahal namanya
ngabuburit tuh ya pulangnya burit, nungguin burit—waktu maghrib tiba) , gak
teraweh, boro-boro teraweh, mau yang puasa mau kagak tetep aja ngabuburitnya
mah wajib. Seolah-olah bgulan puasa ini yang ditunggu-tunggu adalah
ngabuburitnya bukan puasanya, ya mending sih kalau ngabuburitnya dengan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang positif dan memang dianjurkan pada bulan
ramadhan. Lah, ini mah ngabuburit teh (sundana kaluar) malah pake pacaran,
boncengan naek motor pelukan, berduaan di jembatan, dan kegiatnan-kegiatan kemudhorotan
lainnya.
Hanya dalam kurun waktu 10 tahun, semua berubah
begitu drastis, coba bayangkan akan seperti apa Ramadhan 10 tahun ke depan? Astaghfirullah,
semoga ini hanya lintasan pikiran liar saya dan tidak akan terjadi, kita
sebagai orang dewasa sebaiknya mulai bertindak mengenalkan esensi Ramadhan
yang sesungguhnya pada anak-anak di sekitar kita. Karena di tangan merekalah
masa depan umat ini akan menjadi seperti apa, dan dari kitalah mereka belajar,
kita sepatutnya mewariskan hanya yang baik-baik, bukan yang sebaliknya.
Semoga Allah senantiasa melindungi kita dari kesesatan.
Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar