Rabu, 26 Agustus 2015

Gagal 1 - SNMPTN undangan

Setiap kali kita mencoba sesuatu maka ujungnya pasti ada 2 kutub: berhasil & gagal. Berhasil atau gagalnya suatu usaha tergantung  pada seberapa besar niat, usaha serta doa. Terlepas dari seberapa inginnya kita berhasil dengan usaha tersebut, itu semua kembali pada 'sang sutradara', Allah SWT.
Ketika apa yang kita dambakan dan usahakan ternyata berbuah kecut, tidak dipungkiri hati kita pasti sakit, tapi sakit itu masih bisa diobati sebetulnya, yaitu dengan memahami bahwa kita hanyalah makhluk lemah yang sejatinya tidak tahu apa-apa, tidak tahu apa yang terbaik untuk kita, tidak tahu akan seperti apa nantinya jika sesuatu itu berhasil kita raih, apakah baik untuk kita atau sebaliknya, dan yang tahu semua itu hanyalah Allah SWT, maka percayakan saja semua pada Allah, Allah tahu apa yang cocok dan tidak cocok untuk kita, berhusnudzon sajalah, jangan sampai kita sampai putus harapan pada-Nya, sesungguhnya rahmat Allah itu tiada berbatas.
Pada tahun 2012, saya pernah mengalami sebuah kegagalan yang menurut saya sangatlah buruk, buruk sekali, rasa sakit yang tiada duanya, sekarang sudah 2015, jadi sudah biasa saja :D ya benar, waktu mengobati segalanya.

Waktu itu sistem penerimaan mahasiswa baru untuk PTN ada 2 jalur:

1. SNMPTN undangan (dulunya PMDK)

Penilaiannya berdasarkan rata-rata nilai rapor untuk mata pelajaran yang di-UN-kan (Matematika, Kimia, Biologi, B.Indonesia, B.Inggris) dari semester 3-5. Untuk jalur masuk ini tidak semua siswa dapat mengikutinya, untuk sekolah terakreditasi A maka 75% siswa peringkat teratas kelas  XII semua jurusan dapat mengikuti jalur ini. Untuk sekolah terakreditasi B 50% dan untuk sekolah terakreditasi C hanya sekitar 25%. Sekolah saya akreditasinya B, jadi 50% siswa se-angkatan saya bisa mengikuti jalur ini.
Kabar buruknya, waktu itu belum ada kebijakan bahwa mata pelajaran yang dinilah hanya mata pelajaran yang di-UN-kan saja, melainkan semua mata pelajaran, atau katakanla rata-rata rapor, dan rata-rata rapor saya sedang anjlok pada semester itu, karena nilai sejara dan pendidikan olahraga saya dibawah KKM, dan harus remidial, otomatis berdampak pada rata-rata rapor saya, tidak peduli mata pelajaran lainsebagus apa, saya memang tidak bagus dalam IPS apalagi materi hafalan semacam sejarah, kebetulan penilaiannya juga hanya di semester 5 saja, bukan 3-5, dan yah.. saya tidak bisa ikut jalur ini, sedih sekali rasanya, sedangkan teman-teman saya masuk. saya hanya bisa menangis dan menyesali.
Hari berikutnya keajaiban terjadi, guru BK mengumumkan bahwa sistemnya berubah, jadi penilaian SNMPTN undangan ini yang dinilai hanyalah mata pelajaran yang di-UN-kan saja pada semester 3-5, seperti yang telah saya sebutkan diawal. Alhamdulillah dengan sistem itu saya masuk 50% siswa yang bisa mengikuti jalur ini, saya ada di peringkat ke-9 di sekolah. Amazing! dari yang sebelumnya bahkan tidak masuk 75% acan gara-gara si nilai sejarah, sekarang bisa sampe peringkat 9, hehe.
Akhirnya setelah kebingungan panjang dalam memilih dan memilah jurusan dan PTN mana yang akan saya singgahi, pilihanpun jatuh pada Teknologi Pangan - IPB, kenapa? karena saya rasa isu pangan ini akan sangat penting di kemudian hari. Dan kenapa IPB? karena kalau ITB peluangnya lebih kecil hehe.. Tadinya sempat mau ambil Biokimia, tapi lebih tertarik ke TekPang, ya sudah akhirnya milih itu, temen saya yang tadinya mau ambil TekPang malah jadinya Biokimia (?).
Setelah melalui tahap demi tahap pendaftaran dilalui, sampailah pada proses menunggu yang lumayan lamaaaaa, dan selama menunggu itu saya sih yakin-yakin aja bakal diterima, yah saya memang kepedean waktu itu, bukan tanpa alasan, tapi karena diantara 6 orang yang daftar ke IPB, saya yang paling tinggi nilai rata-ratanya, dan untuk peluang setidaknya 5 orang pendaftar pasti keterima, berdasarkan pengalaman angkatan yang sudah-sudah sih begitu.

Harapan saya bisa lolos seleksi sangatlah membumbung tinggi, bahkan terlalu tinggi, betapa tidak, ini adalah kesempatan emas untuk bisa keluar dari kemiskinan, walaupun bukan satu-satunya tapi pendidikan tinggi adalah salah satu jalan untuk bisa mengentaskankemiskinan, itulah yang saya pikirkan waktu itu. Saya akan tekun belajar dan jadi 'orang', saya akan punya pekerjaan bagus dan punya banyak uang, itulah ambisi saya waktu itu, terkesan materialistis memang, tapi saya kira itu wajar bagi seorang yang sejak kecil hidup miskin dan kekurangan uang, ambisi semacam itu muncul dari perasaan betapa tidak enaknya hidup miskin, betapa tidak enaknya selalu nunggak SPP setiap bulan, betapa tidak enaknya dapat uang jajan perhari yang hanya cukup untuk ongkos dan jajan gorengan. Berat badan saya bahkan hanya 42kg, tergolong kurus untuk remaja seumuran saya waktu itu dengan tinggi badan hampir 160cm.
Ah iya, SNMPTN ini sendiri ada 2 kategori, reguler dan bidik misi, tidak ada perbedaan yang signifikan secara teknis, namun reguler itu biaya sendiri, sedangkan bidikmisi beasiswa dari pemerintah, selain nanti bebas biaya kulia juga dapat uang bulanan untuk biaya sehari-hari. Syaratnya? hanya satu : miskin.

Tibalah hari yang dinanti-nanti itu, 26 Juni 2012, pengumuan hasil seleksi SNMPTN sudah dapat diakses via online. dig dag dig dug. anggaplah itu suara jantung, karena di rumah saya tidak ada komputer dan hp pun tidak bisa akses internet, jadilah saya 'nebeng' di rumah temen yang ambil Biokimia itu, rumah kami memang berdekatan, dan kami sudah bersahabat lamaaa sekali sejak kecil.
Dan hasilnya..... jreng jreng.... MAAF TIDAK LULUS, saya kurang ingat kata-katanya seperti apa, yang jelas ada kata MAAFnya, saya juga tidak paham kenapa harus minta maaf.
Saya merasa, entahlah, sakit di bagian dada, bukan, bukan dada yang itu, maksud saya jantung, nyesek.
Sedangkan temen saya, dia lulus, dia berhasil, dia akan menjadi mahasiswa biokimia - IPB, saya senang dia lulus, tapi sekaligus sedih karena diri ini begitu menyedihkan.
Tapi sesedih apapun saya, saya harus bisa menahnan diri, tapi gagal, karena saya menangis, dan kami, saya dan teman saya itu, berpelukan erat sekali, dengan isak tangis tak tertahankan, kami berdua sama-sama menangis, dengan perasaan yang (mungkin) berbeda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar