Rabu, 09 September 2015

Gagal 2 - SNMPTN tulis

Katanya gagal itu keberhasilan yang tertunda, katanya gagal itu ‘jamu’nya calon orang sukses, katanya gagal itu hanya satu pintu tertutup diantara sekian banyak pintu lainnya.
Nyatanya gagal itu kenyataan menyakitkan, nyatanya gagal itu sepahit empedu, nyatanya gagal itu mematahkan. Mematahkan semangat, mematahkan hati, dan yang paling parah, mematahkan kepercayaan terhadap kemampuan diri sendiri.
“kalau gagal lekas bangkit!” orang bilang demikian, nyatanya bangkit setelah gagal tak semudah memungut makanan yang jatuh belum 5 menit daripada mubazir. Memungut semangat yang baru saja dipatahkan realita ibarat memungut remah roti di sepanjang perjalanan pulang. Dan orang-orang akan memandang dengan tatapan penuh iba, saya tidak suka reaksi semacam itu, itu membuatku semakin merasa lemah, seolah mereka membenarkan kelemahan itu, meskipun kenyataannya mungkin memang demikian.

Terlepas dari itu semua, kegagalan itu tetaplah kenyataan yang harus diterima, sepahit apapun. Jadilah saya kembali mencoba berharap lagi.

Singkat cerita, selepas gagal SNMPTN undangan kemarin saya akan mencoba jalan lain untuk bisa kuliah di PTN yang jadi dambaan, ‘mungkin inilah jalannya’ pikirku.
Jalur ini namanya SNMPTN Tulis, kalau kemarin penilaiannya melalui nilai rata-rata rapor, kali ini para peserta harus mengikuti seleksi tulis di kota daerah masing-masing. Tes ini diadakan secara serempak se-Indonesia, agak-agak mirip UN lah, bedanya soalnya lebih susah dan ada Tes Potensi Akademik (PTA) semacam psikotes. Untuk soal sendiri dibagi kedalam 3 kategori, IPA untuk jurusan IPA, IPS untuk jurusan IPS dan IPC untuk mereka yang murtad jurusan alias memilih jurusan yang tidak sesuai dengan jurusan di SMA, anak IPA milih IPS atau sebaliknya.
Waktu itu saya kebagian tempat tes di SMAN 7 Cirebon di jl. Perjuangan kota Cirebon. Saya tidak tahu tempatnya dimana karena memang tidak pernah kesana sebelumnya, jadilah sehari sebelumnya saya survey tempat ditemani bapak dan motor bebeknya. Setelah seharian kesana-kemari mencari alamat—udah kayak Ayu tingting, akhirnya ketemu juga deh,lumayan jauh lah karena harus 2 kali naik elf sama angkot (kalau naik mobil umum), sekitar 2 jam dari tempat saya tinggal.

Pada hari H tes saya merasa siap, insyaAllah, karena memang beberapa minggu sebelumnya sudah mengikuti bimbel persiapan tes sama kakak-kakak Komagama ITB, di rumah juga sudah latihan ngisi soal-soal tahun-tahun kemarin, pokonya secara materi mah siap lah.
Dan alhamdulillah ternyata cukup banyak juga soal-soal tahun kemarin yang sempat dibahas di bimbel yang keluar pada saat tes, lumayan :D

Hari pertama tes bisa dibilang lancar, walaupun dijalan sempat ada kendala :
(1) Saya mabok darat di elf, tapi untung udah persiapan bawa kresek haha;
(2) waktu mau turun dari elf, temen saya yang duduk di sebelah—sebut saja Mangle, hampir dicopet sama mamang-mamang yang duduk di sebelahnya, tadinya tuh mamang-mamang sok-sok ngasih tau jalan gitu, ngajak ngobrol, eh ternyata udah ngincer tas, jadi pas Mangle mau ngambil uang buat bayar ongkos, copetnya ketauan masukin tangannya ke tas yang kebuka itu, tapi untung gak ada barang yang berhasil dirogol, kita cepet-cepet turun waktu itu, sempat panik juga sih karena sebelumnya Mangle sama copetnya rebut-rebutan tas gitu. Alhamdulillah kita gak ada yang terluka.

Well, hari kedua juga lancar dan tidak ada kendala apapun.

Dan sekitar 2 minggu kemudian, pengumuman hasil seleksi sudah dapat diakses di web SNMPTN, tinggal login menggunakan no.peserta dan kita sudah dapat melihat hasilnya, apakah lulus atau tidak. Tapi karena sekali lagi di rumah saya tidak ada koneksi internet, tolong digarisbawahi, jadilah saya meminta bantudan teman—sebut saja Bambang, untuk melihat hasilnya, saya SMS-in no.peserta saya dan saya tunggu beberapa menit dan tidak ada balasan, saya SMS lagi Bambang menanyakan hasilnya juga tak kunjung ada balasan, setelah beberapa puluh menit si Bambang tak juga memberi kabar saya mulai curiga, antara dia sengaja membeuat saya penasaran dan memberi saya kejutan dengan mengirim SMS “voilaaaa! Selamat ya kamu lulus!” atau hasilnya tidak lulus dan dia tidak berani mengatakannya karena kasihan dan sedang berusaha mencari kata yang tepat untuk memperhalus kalimat “Yang, kamu gak lulus.”

Saya lebih feelling dengan kemungkinan kedua, dan benar saja, SMS pun datang, dan kalimat tidak lulus disertai kalimat prihatin dari Bambang pun muncul di layar hp hitam-putih saya. J

Tidak ada komentar:

Posting Komentar